Skip links

Ngabeungkat Dawuan, Tradisi Petani di Cilacap

Tradisi Ngabeungkat Dawuan biasa dilakukan oleh petani masyarakat Dayeuhluhur Cilacap. Tradisi tersebut dilakukan secara gotong royong oleh sekelompok masyarakat yang punya lahan pesawahan. Melalui pembersihan selokan irigasi dan hulu bendungan, upacara adat itu dilanjut dengan pemotongan kambing hitam di bagian hulu bendungan selokan. Kata ‘Dawuan’ artinya bendungan irigasi atau selokan kawasan pesawahan, sedangkan ‘Ngabeungkat’ adalah kegiatan memperbaiki (selokan dan bendungan) sambil berdoa agar air mengalir lancar dan membawa berkah bagi tanah pesawahan.

Baca juga: Mengenal Tari Bambangan Cakil

Menurut sejarahnya, bersawah telah ada di Pulau Jawa sejak Era sebelum Singasari, karena kata sawah telah disebut didalam Kitab Pararaton. Bersawah di daerah dataran rendah berbeda dengan di daerah pegunungan, sebab kalau di dataran rendah cukup dengan memanfatkan air di rawa-rawa, sedangkan untuk bersawah di pegunungan memerlukan teknik lebih tinggi lagi. Bersawah di pegunungan memerlukan teknik, terasering, irigasi, bendungan atau dawuan, serta pengaturan tata kelola air yang lebih rumit.

Tradisi Ngabeungkat Dawuan di Dayeuhluhur itu, berasal dari era pemerintahan Raja Susuk Tunggal yang berkuasa hingga ke Dayeuhluhur. Sang Haliwungan Prabu Susuk Tunggal adalah Raja Kerajaan Sunda yang memerintah di Kerajaan Sunda dengan gelar Prabu Susuk Tunggal dari tahun 1382 Masehi sampai 1482 Masehi menjadi raja daerah di Pakuan di bawah pemerintahan ayahnya Mahaprabu Resiguru Niskala Wastu Kancana yang memerintah seluruh tanah Sunda.

Baca juga: Api Abadi Mrapen dan Sejarahnya

Hal itu telah disebut dalam Serat Carita Parahiyangan, bahwa Raja Susuk Tunggal adalah raja yang berusia panjang dan giat membangun negara. Pada masa raja Susuk Tunggal inilah orang Dayeuhluhur terkenal sebagai masyarakat yang terampil dalam berhuma. Masyarakat tersebut mengenal sistem bersawah di pegunungan dengan teknik irigasi dan bendungan.

Menurut cerita tutur pada zaman dahulu, Istri atau permaisuri Raja Susuk Tunggal mengutus seorang juru teknik kerajaan yang bernama Ki Bendungan untuk mengajari orang Dayeuhluhur membuat bendungan dan irigasi di pegunungan untuk mengairi sawah. Kegiatan pembuatan saluran irigasi tersebut tidak disukai oleh seorang janda kaya yang bernama Nyai Gelang Kuning, yang tidak suka saluran air itu melewati lahan tanahnya. Tetapi kemudian kedua pihak setuju,  pada acara Ngabeungkat Dawuan dan dibahaslah suatu kesepakatan tentang tata tata kelola air dan pemeliharaan bendungan tersebut. (Saf)

Sumber dan foto: warisanbudaya.kemdikbud.go.id

Leave a comment

Name*

Website

Comment